KLASIFIKASI KOTA
Makalah ini disusun dalam rangka melengkapi
tugas Mata Kuliah Sosiologi Perkotaan
OLEH:
WIDiYA TRISNA
WAHYU ILHAM
MAHISKA SHARA
SRI RAHMATIKA
NOVA OKTAVIANI
PRODI
PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
JURUSAN
SOSIOLOGI
FAKULTAS
ILMU - ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
ucapkan kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penayang, karena dengan
rahmat dan karunia-nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah kelompok mata
kuliah sosisologi perkotaan.
Kami menyadari
bahwa laporan bacaan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kebaikan makalh ini.
Padang,18
September 2012
Kelompok
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................i
Daftar isi......................................................................................................................ii
Pendahuluan................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................1
Klasifikasi Kota Atas Dasar
Karakteristik Fungsinya.................................................1
A. Klasifikasi
Gist, N.P & Halbert, L.A.........................................................1
B. Klasifikasi
Hudson, F.S.............................................................................3
C. Klasifikasi
Harris, Chauncy, D..................................................................5
BAB II.........................................................................................................................7
Klasifikasi Kota Atas Dasar
Karakteristik Fisikalnya..................................................7
A. Klasifikasi
Taylor, Griffith.........................................................................7
B. Klasifikasi
Hadi Sabari Yunus....................................................................7
C. Klasifikasi
Nelson, R.L...............................................................................7
BAB III.........................................................................................................................8
Klasifikasi Kota Atas Dasar
Karakteristik Pertumbuhannya........................................8
A. Klasifikasi
Houston, J.M.............................................................................8
B. Klasifikasi
Taylor, Grifft............................................................................10
C. Klasifikasi
Mumford, Lewis.......................................................................10
BAB IV.........................................................................................................................13
Klasifikasi Kota Atas Dasar Tunjauan
Lain...................................................................13
A. Klasifikasi
Gillen, P.B..................................................................................13
B. Klasifikasi
Redfield, R & Singer, M.B.........................................................14
C. Klasifikasi
Hoselit, B.F................................................................................15
D. Klasifikasi
Northam R.M..............................................................................15
Daftar
Pustaka.................................................................................................................17
PENDAHULUAN
Yang
dimaksud dengan klasifikasi kota adalah usaha untuk menggolong-golongkan
kota-kota tertentu atas dasar karakteristiknya. Karakteristik kota sendiri
dapat mempunyai realisasi yang bermacam-macam. Hal ini tergantung dari sudut
mana seorang memandang.
Dalam
makalah ini akan di jelaskan klasifikasi kota, sekaligus mempelajari keberadaan
sesuatu kota atau dasar ciri khasnya yang berdasarkan pandangan para ahli.
BAB I
Klasifikasi Kota Atas Dasar Karakteristik Fungsinya
Setiap
kota memiliki potensi dan penonjolan yang berbeda-beda hal ini lebih banyak
bersangkut paut dengan latar belakang historikal, kultural, fisikal,
kemasyarakatan, ekonomi dan lainnya yang saling berkaitan dan secara
bersama-sama memberi warna tertentu terhadap suatu kota tertentu. Berkut ini
akan dijelsakan klasifikasi kota atas dasar karakterik fungsinya oleh beberapa
para ahli.
A.
Klasifikasi
Menurut Gist, N.P & Halbert, LA.
Gist,
N.P & Halbert, LA mengemukakan 6 jenis kelas kota atas dasar fungsinya
yaitu:
1. Kota
berfungsi sebagai pusat industri
Dalam
kota ini, kegiatan industri merupakan kegiatan yang menonjol dibandingkan
dengan kegiatan-kegiatan yang bukan industri. Kota-kota yang berada di
negara-negara yang sedang berkembang, biasanya kegiatan industrinya yang
menonjol adalah industri primer, seperti industri pertambangan, industri
penyulingan minyak, perikanan atau industri yang berkaitan dengan pengolahan
kayu.
2. Kota
berfungsi sebagai pusat perdagangan
Kota-kota
perdagangan yang besar biasanya merupakan kota-kota pelabuhan. Hal ini
disebabkan karena kota yang bersangkutan mempunyai kemungkinan beraktifitas
jauh lebih besar dari pada kota-kota lain yang bukan pelabuhan. Oleh karena
sampai saat ini media transportasi yang besar adalah darat dan laut. Contoh
kota perdagangan besar yang bertaraf internasionalantara lain: London, New
York, Hongkong dan lain sebagainya.
3. Kota
berfungsi sebagai pusat politik
Kota-kota
politik ini berkembang, terutama ditentukan oleh peranannya sebagai pusat
pemerintahan negara yang bersangkutan dan merupakan pusat pemerintahan antara
pemerintah pusat dan daerah maupun antara negara yang satu dengan yang lain,
dimana duta-duta negara lain berkedudukan pada kota-kota yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan negara. Contoh kota Jakarta di indonesia, kota New Delhi di
india dan lain sebagainya.
4. Kota
berfungsi sebagai pusat kebudayaan.
Dalam
hal ini potensi kulturalnya kelihatan menonjol dibanding dengan fungsi-fungsi lain.
Sebagai contoh kota yogyakarta, selain menonjol di bidang pendidikan. Kota ini,
juga menonjol dibidang kebudayaan seninya.
5. Kota
berfungsi sebagai pusat rekreasi atau kesehatan
Suatu
kota akan mempunyai fungsi sebagai tempat rekreasi ataupun kesehatan, apabila
pada kota tersebut mempunyai kondisi-kondisi tertentu yang mampu menarik
pendatang-pendatang untuk menikmati kenikmatan tertentu yang ada pada kota
tersebut. seperti contoh kota Bukittinggi yang mempunyai banyak tempat rekreasi
atau tempat pariwisata yang mampu menarik para pendatang-pendatang, kota Lombok
Bali dengan keindahan pantainya dan lain sebagainya.
6. Kota
yang tidak mempunyai fungsi tertentu yang menonjol
Kota
ini biasanya kota yang masih baru. Oleh karena dalam sesuatu kota yang masih
muda fungsi-fungsi yang ada belum mampu mengembangkan dirinya sedemikian rupa,
maka berbagai fungsi yang ada masih mempunyai pengaruh yang sama. Namun
demikian, suatu hal yang perlu di perhatikan adalah pada kota-kota yang sangat
besar, pada kota-kota yang sangat besarpun terdapat kecendrungan mempunyai
berbagai fungsiyang sangat kompleks sehingga penonjolan sesautu terlihat lemah.
Sebagai cotoh kota Jakarta, kota Tokyo, kota London dan lain sebagainya.
B.
Klasifikasi
menurut Hudson, F.S.
Hudson,
F.S membagi kota menjadi 9 macam atas dasar fungsinya yaitu:
1.
Kota pertambangan dan
penggalian bahan-bahan alami lainnya. (Mining
towns and quarrying towns).
a)
Kota-kota
pertambangan antara lain kota Workshop (Coal); kota Butte (copper);
kota kalgorlie (gold) dan lain sebagainya.
b)
Kota
penggalian bahan-bahan alami lainnya antara lain kota Bethesda (slate); kota
Shap (granite); kota Hibbing (iron ore).
2.
Kota-kota
industri (Industri twons)
Kota
yang lebih menonjolkan perindustrian, contoh kota pittdburg dengan industri
bajanya.
3.
Kota-kota
sebagai pusat pegangkutan (transport cartres)
Kota-kota
dari jenis ini dapat dibedakan menjadi kota-kota yang melayani pengangkutan
umum dan pengangkutan khusus, contoh pengangkutan umum adalah pengangkutan yang
terdapat di kota sunderland dengan manufacturing ship-nya.
4.
Kota-kota
perdagangan (commercial center )
Dibedakan
atas 4 macam, yaitu:
1.
Kota
pemasaran hasil pertanian, seperti kota Winnpig, kota cansas di USA dan lain
sebagainya.
2.
Kota
pusat perbankan dan uang, sebagai contoh kota frankfrut dan Amsterdam.
3.
Kota
perdagangan yang bervariasi seperti kota Manchester, dan kota St. Louis.
4.
Kota-kota
pelabuhan yang besar yang juga berfungsi sebagai kota perdagangan,
5.
Kota-kota
pusat administrasi(administrative twons
and cities)
Kota-kota
ini dapat berfungsi sebagai:
1)
Ibu
kota suatu negara
2)
Ibu
kta provinsi
3)
Ibu
kota kabupaten dan lain sebagainya
6.
Kota-kota
yang mempunyai arti strategis (strategic
centeres)
Jenis
kota ini dapat dibedakan lagi menjadi:
1)
Kota-kota
yang merupakan basis pertahanan angkatan darat.
2)
Kota-kota
yang merupakan basis angkatan laut.
3)
Kota-kota
yang merupakan basis pertahanan angkatan udara.
7.
Kota-kota
budaya (Cultural twons)
Jenis kota ini masih dapat di bedakan lagi menjadi 3
macam, yaitu:
1)
Kota-kota
pusat keagamaan, misalnya kota Mekah, Jerusalem, Rome, Lourdes, dan Benares.
2)
Kota-kota
pusat pendidikan, misalnya kota Yogyakarta, kota cambridge, kota bangor dan
lain sebagainya.
3)
Kota-kota
konferensi misalnya kota Harrogate, Chicago, Brighton.
8.
Kota-kota
pusat kesehatan dan rekreasi (health and
recreational centres)
1)
Kota-kota
rekreasi di tepi pantai, misalnya kota miami, kota lombok.
2)
Kota-kota
rekreasi di daerah pegunungan, misalnya kota Daves, dan Darjeeling.
3)
Kota
pulau yang digunakan untuk tujuan rekreasi, misalnya kota Tucson dan
Stradford-on-Avon.
9.
Kota-kota
permukiman (residntial twons)
1)
Kota
asrama (dermitory twons), misalnya
kota Weybridge
2)
Sub-urban growth, misalnya kota Beverly
Hill dekat kota Los Angeles
3)
Overspill twons, misalnya Wilmslow dekat
dengan kota Manhester dan kota-kota yang baru di dekat kota london
C. Klasifikasi
Harris, Chauncy, D.
Klasifikasi
yang di kemukakan adalah hasil dari penyelidikannya terhadap 984 kota-kota yang
ada di Amerika Serikat. Secara garis besar, klasifikasi adalah sebagai berikut:
1.
Kota
manufaktur (manufacturing cities)
Sesuatu kota dapat diktakan sebagai kota manufaktur
apabila kegiatan manufaktur yang ada melebihi 60% dari seluruh kegiatan kota
yang bersangkutan.
2.
Kota
yang mempunyai macam fungsi (difersified
cities)
Sesuatu kota dapat dianggap mepunyai fungsi yang
beraneka apabila kegiatan manufaktur yang ada kurang dari 60%; kegiatan wholesale kurang dari 20% dan kegiatan retail kurang dari 50%.
3.
Kota
yang berfungsi sebagai penjual barang-barang dalam partai besar (wholesaling cities)
Sesuatu kota dapat dianggap sebagai wholesaling city, apabila kegitan
penjualan dalam partai besar tersebut tercatat lebih dari 20% seluruh kegiatan
yang ada.
4.
Kota-kota
pengecer (retailing cities)
Sesuatu kota mempunyai fungsi pengecer apabila
kegiatan ini meliputi lebih dari 50% seluruh kegiatan total.
5.
Kota-kota
transport
Sesuatu kota dapat dikatakan sebagai kota transport
apabila pekerjapekerja yang berkaitan dengan masalah pengangkutan meliputi
sekurang-kurangnya 11% dari seluruh pekerja yang ada.
6.
Kota
pertambangan (mining cities)
Sesuatu kota dapat dikatakan sebagai kota
pertambangan apabila pekrja-pekerja yang tambang yang ada dikota tersebut
meliputi sekurang-kurangnya 15% dari seluruh pekerja-pekarja yang ada.
7.
Kota
universitas dan pendidikan (university
and educational cities)
Untuk menentukan fungsi ini sesuatu kota harus
memenuhi persyratan bahwa minimal 25% penduduknya terdaftar di perguruan tinggi
atau akademi-akademi lainnya.
8.
Kota
“tetirah (resort or retirement twons)
Kota yang termasuk dalam kategori ini tidak banyak
dikemukakan oleh Harris.
9.
Kota-kota
lainnya (other twons)
Kota-kota
yang termasuk dalam kategori ini antara lain Fising twons;logging twons; regional capital; political capital;
garrison twons; profeional centres; dan finansial centres.
BAB II
Klasifikasi Kota Atas
Dasar Karakteristik Fisikalnya
A. Klasifikasi
Taylor, Griffith
Sistem
klasifikasi kota atas dasar latar belakang fisikal yang dikemukakan oleh sarjana ini lebih ditekankan pada unsur
“site”nya. Dalam hal ini, beliau mengemukakan
19 macam kota. Menurut penulis , kondisi topografi setempat dapat
digunakan untuk mengadakan analsis lingkungan perkotaan dan kemungkinan
pertumuhannya di masa yang akan datang.
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
perkembangan fisikal sesuatu kota berkaitan erat dengan kondisi topografi dalam
arti terbatas dan kondisi lingkungannya dalam arti yang luas.
Dengan bentuk model dapat diekspresikan
sebagai berikut :
P
= f(L)
Keterangan :
P
= perkembangan kota
f
= fungsi
L
= kondisi lingkungan
B.
Klasifikasi Hadi Sabari
Yunus
Penulis mengemukakan 4 macam elemen fisikalyang
dapat mewarnai perkembangan fiisikal sesuatu kota. Keempat elemen tersebut
ialah sait fisiografi, kaitannya dengan perairan, kondisi topografi daerah
periferalnya dan stadium perkembangan topografi daerah dimana kota yang
bersangkutan berkedudukan, sait fisiografi banyak berkaitan dengan kondisi
geologi, sistem drainase, kondisi air tanah dan karakteristik klimatologi, dan
satdium topografi dekat / jauhnya dengan daerah perairan berkaitan dengan
kesempatan berkomunikasi sedangkan latar belakang daerah dikaitkan dengan
keberadaan faktor-faktor penghambat/penunjang terhadap perkembangan fisikal
permukiman yang berkembang.
C.
Klasifikasi Nelson , R.L.
Ada 3 macam klasifikasi kota
ditinjau dari segi bentuknya, yaitu :
a.
Kota
yang berbentuk bujur sangkar. Kota ini
biasanya merupakan kota yang terbentuk
karena adanya kegiatan yang relatif seragam dan biasanya sangat dipengaruhi oleh kegiatan pertanian. Contoh :
kota Yogyakarta.
b.
Kota
yang berbentuk persegi panjang. Kota
yang terdapat hambatan halami yang sangat mengganggu kesempatan
zona-zona kota yang ada untuk berkembang
ke samping.
c.
Kota yang berbentuk seperti kipas. Pada umumnya
kota-kota yang mempunyai bentuk kipas
adalah merupakan kota-kota pelabuhan
yang mempunyai latar belakang topografi
yang relatif datar dan tidak mempunyai
hambatan fisikal lainnya. Contoh kota
: Kota Semerangan.
BAB III
Klasifikasi Kota Atas Dasar
Karakteristik Pertumbuhannya
Pengamat
perkotaan dapat mengenali pertumbuhan suatu kota atas dasar keadaan fisiknya,
keadaan sosio-kulturalnya atau keadaan tekniko
kulturalnya. Oleh karena itu pada hakikatnya masa kehidupan seseorang tidak
dapat selalu digunakan untuk memonitor pertumbuhan suatu kota dari tahap awal
sampai tahap- tahap berikutnya.
A.
Klasifikasi
HOUSTON, JM.
Mengemukakan
klasifikasi atas dasar kenampakan fisikalnya. Hal ini didasarkan atas asumsi
bahwa pertumbuhan penduduk kota secara kronologi ;akan tercermin dalam
perkembangan fisikalnya.
1. Stadium
pembentukan inti kota (nuclear phase) atau CBD (central business district)
Pada masa ini baru dirintis
pembangunan gedung-gedung utama sebagai penggerak kegiatan yang ada. Pada masa
ini daerah yang mula mula terbentuk, banyak ditandai dengan gedung-gedung yang
berumur tua., bentuk klasik serta pengelompokan fungsi kota yang termasuk
penting. Pada taraf ini kenampakan kota akan berbentuk bulat karena masih
taraf awal pembentukan kota, maka kenampakan kota yang terbentuk hanya
meliputi daerah yang sempit saja.
2.
Stadium formatif
(formative phase)
Berawal dari revolusi industri
di eropa barat. Perkembangan industri dan teknologi mulai meluas termasuk
sektor-sektor lain seperti; transportasi dan komunikasi,pergadangan. Makin
majunya sektor industri, transportasi dan
perdagangan mengakibatkan makin meluas dan kompleknya keadaan pabrik
serta perumahan masyarakat kota. Biasanya daerah ini terletak
disepanjang jalur transportasi dan komunikasi.
3. Stadium
modern (modern phase)
Kenampakan kota pada saat ini
tidak lagi sederhana seperti kenampakan pada tahap I atau ke-2. Namun jauh
lebih kompleks, bahkan mulai timbul gejala-gejala penggabungan dengan
pusat-pusat kegiatan yang lain, baik itu kota satelit maupun kota-kota lain yang
berdekatan.. Mulai saat ini usaha identifikasi kenampakan kotanya
mengalami kesulitan terutama pada penentuan batas-batas fisik
terluar dari kota yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya kenyataan
bahwa persebaran sevice functionsnya telah masuk ke
daerah-daerah pedesaan di sekitarnya. Kota-kota besar di
Indonesia mulai menunjukkan gejala-gejala tersebut. Hal ini telah
disadari oleh ahli-ahli perkotaan sehingga mulai dirumuskan suatu upaya
pengembangan wilayah kota yang meliputi kota-kota kecil disekitarnya.
B.
Klasifikasi
Taylor, Griffith
Menekankan
pada dinamika fungsional yang ada dari masa ke masa.
1. Tahap
Infantil (The Infantile)
Belum
terlihat adanya pemilihan yang jelas mengenai daerah daerah pemukiman dan daerah
perdagangan. Bangunan yang ada berserak tidak teratur, jalan utama baru ada
satu atau dua. Serta belum ada pemilihan kampong yang kaya dan yang miskin.
2. Tahap
Juvenil (The Juvenile Stage)
Mulai
adanya proses pengelompokan tertentu dan komplek perpabrikan sudah mulai
bermunculan.
3. Tahap
Dewasa
Mulai
terlihat gejala segregasi fungsi (
pemisahan fungsi kemudian mengelompokannya). Sudah terlihat dengan jelas
perbedaan kelas permukiman jelek dan buruk dari segi pola permukiman dan
struktur permukimannya. Daerah industri banyak terdapat pada lokasi yang dekat
dengan jalur perhubungan dan pengangkutan.
4. Tahap
Kekuatan (The Senile Stage)
Tahap ini
ditandai dengan adanya pertumbuhan yang terhenti, kemunduran beberapa distrik
dan penurunan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
C.
Klasifikasi
Mumford, Lewis
Menekankan
klasifikasi atas kondisi tekniko- kulturalnya.
1. Fase
Eoteknikal (Eotechnic Phase)
Pemukiman
ditandai oleh adanya penggunaan air, angin dan bahan bakar dari kayu sebagai
sumber tenaga.
2. Fase
Paleoteknikal (Paleotecnical Phase)
Terlihat
adanya kemajuan dalam penggunaan sumber- sumber energi (sudah ada batu bara).
Perekonomian didominasi oleh batubara dan tambang biji besi, sejalan dengan itu
sudah ada juga usaha peleburan biji besi dan mulai mempergunakan mesin uap.
3. Fase
Neoteknik (Neotechnic Phase)
Pada
tahap ini kota telah tumbuh menjadi kota yang besar (metropolis), bentuknya
tidak menentu, mulai adanya bangunan bertingkat, terjadinya urban sprawl ke daerah desa disekitar
kota. Kota pada saat itu sudah menggunakan tenaga listrik. Sudah adanya
goncangan- goncangan sosial seperti kejahatan, kenakalan remaja, WTS, populasi
tanah, aair, dan udara serta dekadensi moral sebagai akibat dari padatnya lalu lintas
dan pengaruh negatif hidup di kota.
4. Fase
Bioteknik (Biotechnic Phase)
Peradaban
manusia dan segala pertimbangan manusia selalu ditinjau dari matra biologis dalam skala yang lebih
luas konteksnya dibandingkan dengan pertimbangan fisikal semata. Sudah ada
pengetahuan tentang bacteriology yang diterapkan untuk pengobatan dan sanitasi.
Sedangkan pengetahuan physiology diterapkan untuk tujuan analisis berdasarkan
gizi dan pengaturan makanan. Ilmu phychology digunakan untuk analisis human
behavior masyarakat kota di desa. Dalam rangka urban management digunakanlah
analisis ilmu ecology untuk menjadi titik tolak, yang mencangkup ilmu human
ecology, animal ecology dan plant ecology.
Disamping
meninjau kota secara teknikal, Lewis Mumford juga meninjau dari matra sosio-
kultural. Dikenal dengan 6 fase, yaitu :
a) Eopolis
Stage (Fase Eopolis)
Adanya village community yang makin
maju, walaupun kehidupan masih berdasarlkan pertanian, pertambangan dan
perikanan.
b) Polis
Stage (Fase Polis)
Adanya pasar yang cukup besar, beberapa
industri besar, dan pengaruh dari industri masih terbatas.
c) Metropolisstage
(Fase Metropolis)
Kota bertambah besar, fungsi kota
didominasi oleh kota kecil di sekitar kota dan daerah perkotaan. Spesialisasi
fungsi sudah mulai nampak.
d) Megapolis
Stage (Fase Megapolis)
Adanya tingkah laku manusia yang
berhorientasi pada materi, standarisasi produksi lebih diutamakan daripada
usaha kerajinan tangan, ukuran lebih diutamakan dari bentuk. Sementara saat itu
kehidupan birokrasi sangat parah.
e) Tyrannopolis
Stage (Fase Tiranopolis)
Pada saat ini tolak ukur budaya adalah
display artinya apa yang nampak saja. Tingkahlaku manusia yang acuh terhadap
masalah uang/ materi. Sementara itu perdagangan mulai menunjukan gejala depresi
walau penurunannya tidak drastis.
f) Nekropolis
Stage (Fase Nekropolis) atau kota mati
Hal ini disebabkan karena adanya
peperangan, kelaparan, dan wabah penyakit. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya
kemunduran pelayanan kota besar dan fungsinya hingga menunjukan gejala
kehancuran.
BAB IV
Klasifkasi Kota Atas
Dasar Tinjauan Lain
Klasifikasi
kota selain berdasarkan fungsinya,fisiknya, pertumbuhannya, klasifikasi kota
juga dapat dilihat atas dasar tinjauan lain. Tinjauan tersebut dikemukakan oleh
beberapa sarjana, diantaranya adalah sebagai berikut:
A.
Klasifikasi
Gillen, P.B
Dalam
bukunya “The Distribution accupations as
a city yardstick” (1951), Gillen menganalisis mengenai karakteristik
penyebaran jenis mata pencaharian kota-kota pada suatu wilayah. Hal tersebut
penting diketahui karena mempunyai kaitan yang bermakna dengan gejala-gejala
sosial lainya, seperti gejala kesehatan, pendidikan, perumahan, dan aspek-aspek
kehidupan lainya. Maksudnya, karakteristik jenis mata pencaharian berkaitan dan
sangat mempengaruhi gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan kesehatan,
pendidikan, perumahan, dan aspek-aspek kehidupan lainya. Atau dapat dikatakan
gambaran pola mata pencaharian penduduk suatu kota dapat digunakan sebagai
indikator kualitas penduduk secara keseluruhan.
Ada
sembilan jenis mata pencaharian yang digunakan sebagai indikator mengenai
karakteristik kotnya, yaitu:
a. Profesional
b. Semi-profesional
c. Proprietors
d. Clerical
e. Skilled
workwers
f. Semi-skilled
workwers
g. Domestic
service
h. Publik
service
i.
Unskilled labour
Kesembilan mata
pencaharian tersebut kemudian dituangkan dalam grafik yang dihubungkan dengan
prosentasi terhadap jumlah penduduk kota yang bersangkutan. Akhirnya dapat
diperoleh yang dimaksud dengan accupational
profiles of cities. Karakteristik accupational profile inilah yang
digunakan oleh Gillen sebagai dasar klasifikasi kota.
Dapat
disimpulkan, klasifikasi kota berdasarkan jenis mata pencahariannya yaitu:
1) Kota
profesional
2) Kota
semi-profesional
3) Kota
unskilled
B.
Klasifikasi
Redfieled, R dan Singer, M.B
Dalam
buku mreka “The Cultural Role of Cities”
mengklasifikasikan kota atas dasar historical dan contemporary settings.
Berdasarkan hal tersebut, kota dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Orthogenetic cities
(kota-kota ortogenetik)
Adalah kota dimana norma-norma
religius dan norma moral setempat mewarnai kehidupan masyarakatnya. Penguasa
pribumi (bumi putra) memegang peranan penting.kontrol administratif, politik,
dan kultural berfungsi menjadi satu dalam ungkapan peraturan khusus.kota
seperti ini banyak dijumpai pada zaman kuno sampai abad pertengahan, pada zaman
sekarang bisa dikatakan sudah tidak ada lagi. Namun tidak mentup kemungkinan
kota-kota seperti itu masih ada seperti dipedalaman Afrika. Seandainya masih
ada, tidak seperti bentuk aslinya karena pengaruh dari luar yang mulai banyak.
b. Heterogenetic cities
(kota heterogenetik)
Adalah suatu kota yang kegiatan
utama penduduknya pada market (pemasaran, produksi, tenaga kerja, kapital, dal
lain sebagainya), atau masalah administrasi. Kepercayaan lokal sudah tidak
mempengaruhi hidup kulturnya. Produksi, distribusi barang, dan politik
adminstrasi lebih mendominasi segala kegiatan penduduknya. Kebijakan yang
diambil oleh penguasa ditumpukan pada masalah perkembangan ekonomi dan kegiatan
politik. Organisasi masyarakatnya telah teratur dan kebanyakan didasarkan pada
pertimbangan rasional. Pengaruh teknologi sangat terasa terhadap bentuk-bentuk
budaya peninggalan penduduk asli. Karena kota heterogenetiik besar, biasanya
mempunyai komposisi ras yang cukup kompleks. Hal inilah yang menyebabkan
timbulnya sifat budaya yang heterogen.
Walaupun demikian, Redfileled dan
Singer menyadari, jenis heterogenetik mempunyai variasi yang bermacam-macam.
C.
Klasifikasi
Hoselits, B.F
Dalam
bukunya “Generative and parasitic cities”
(1955), menganalisis hubungan antara urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, dan
perubahan kultural dalam sistem kota-kota. Kesimpulanya mencetuskan ide
klasifikasi kota atas dasar fungsi-fungsi ekonominya, sehingga kota dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Generative
cities (kota-kota generasif)
Adalah kota yang keberadaan dan
pertumbuhanya merupakan faktor yang menunjang perkembangan ekonomi wilayah atau
negara yang diduduki kota tersebut.
b. Parasitik
cities (kota parasitik)
Adalah kota yang keberadaan dan
pertumbuhanya sama sekali tidak menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah atau
negara yang bersangkuatan, bahkan dapat dikatakan merugikan karena keberadaanya
semata-mata untuk kepentingan negara lain.
Pengretian generatif dan parasitik
sangat dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, ditinjau dari bermacam-macam
segi. Ditinjau dari segi ekonomi, suatu kota mungkin bersifat generatif atau
bersifat parasitik, jika suatu saat bersifat parasitik karena sebab-sebab
tertentu, namun pada saat yang lain dapat berubah menjadi sifat generatif.
Sampaidekade ke 5abad ke-20, kota-kota pelabuhan di negara-negara jajahan
sebagian besar adalah kota yang sifatmy parasitik terhadap wilayah atau negara
dimana kedudukan kota tersebut.
D.
Klasifikasi
Northam R.M
Ada
dua sorotan yang digunakan untuka mengklasifikasikan kota, yaitu:
a. Klasifikasi
Morfologikal atas dasar kenampakan dua dimensional. Berdasarkan hal ini dikenal
4 macam klas, yaitu:
1) The
Compact Form (bentuk yang kompak) yang tidak diertai dengan gejala perluasan
linier. Biasanya terdapat di daerah dataran, mempunyai jarak yang sama dari
pusat kota, dan pusat kota merupakan titik interaksi dan jaringan-jaringan
transportasi.
2) The
linear / attenuated form (bentuk linear). Biasanya terletak pada lembah-lembah
di daerah pegunungan atau berbentuk disepanjang rute transportasi utama. Jalur
tersebutlebih dahulu timbul yang kemudian diikuti timbulnya pemukiman penduduk.
Kota ini juga disebut ribbon type cities.
3) The
fragmented form (with linkagen) / bentuk terpisah-piisah tetapi mempunyi
penghubung tertentu). Jenis ini ditandai adanya bagian-bagian kota yang
terpisah satu sama lain. Pemisahan ini biasanya merupakan hambatan fiskal
(seperti sungai, selat, atau danau).
4) The
composite form (bentuk gabungan). Bentuk ini merupakan tahap pertumbuhan kota
yang telahlanjut. Penggabungan berbagai wilayah dan perkembangan fiskal
selanjutnya mengakibatkan bentuk kota yang tidak teratur.
Gambar kenampakan morfologi kota atas dasar
visulisasi dua dimensional :
b. Klasifikasi
morfologika kota ditekankan pada kenampakan internalnya.
Lebih
dahulu menyusun mengenai stuktur pola tata guna lahannya dan kemudian dicari
karakteristknya.contoh : tata guna lahan seperti pemukiman, bukan industri,
pemukiman jasa, dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi
Sabari Yunus. Klasifikasi Kota.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar