PROPOSAL
PENELITIAN
BABALIAK KA
NAGARI : PEMAHAMAN, APLIKASI
DAN PENGENDALIAN SOSIAL
(Studi Kasus :
Tata Berpakaian dalam Baralek Kampuang
di Nagari Batu Basa Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar)

Oleh
:
WIDIYA TRISNA
1101817/
2011
PRODI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
PADANG
2013
1. LATAR
BALAKANG MASALAH
Nagari adalah pembagian wilayah administratif terendah pada
sistem pemerintahan di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Nagari merupakan sebuah unit kesatuan teritorial dan kultural yang memiliki
batas-batas wilayah yang jelas
serta berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Dalam pituah adat
disebutkan kusuik bulu paruah manyalasaikan,
kusuak paruah bulu manyalasaikan.[1]
Sistem pemerintahan nagari mengalami perubahan yang
signifikan dengan dikeluarkannya UU No 5 tahun 1979 yang
mengatakan bahwa penggeneralisasikan pemerintah nagari menjadi pemerintahan
desa. Hal ini membuat pemerintah nagari tempo
dulu kehilangan indenpendennya. Nama, struktrur dan pola pemerintahan
nagaripun digantikan oleh pemerintahan desa. Namun, seiring dengan
diberlakukannya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, yang
menyatakan bahwa :
“Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Daerah otonom,
selanjutnya disebut dengan daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan NKRI.”
Maka pemerintah nagari
berhak untuk mengurus kembali urusan wilayahnya sendiri tanpa campur tangan
dari pihak lain.
Perkembangan
otonomi daerah ini, memunculkan ide untuk mengembalikan sistem pemerintahan di Sumatera
Barat kepada sistem pemerintahan nagari. Di Sumatera Barat timbul suatu istilah
yang dikenal dengan “babaliak ka nagari”. Hal ini ditindak lanjuti oleh
pemerintah provinsi dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 9 tahun 2000
tentang pemerintahan nagari[2]. Jumlah nagari saat ini adalah
648 nagari, yang tersebar di 11 kabupaten.
Berpijak pada Peraturan Daerah
Sumatera Barat No 9 Tahun 2000, masing masing nagari juga merancang dan
mengeluarkan peraturan untuk mengurus nagarinya sendiri. Di nagari Batu Basa
Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar mengeluarkan Peraturan Nagari No 05
Tahun 2010 tentang Pelestarian Adat Salingka Nagari untuk mengatur dan mengurus
kepemerintahan dalam Nagari. Undang
undang dalam nagari mengatur hubungan antara nagari dengan isinya, antara seseorang
dengan seseorang ditengah tengah kehidupan bermasyarakat. Undang undang dalam
nagari juga menggariskan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat[3]
serta menjamin keamanan dalam nagari karena orang disuruh berbuat sesuatu dan
jika tidak ditaati diancam dengan hukuman. Hukuman yang paling berat adalah
kehinaan yang ditimpakan terhadap seseorang seperti tidak dibawa dan
dikeluarkan dalam bermusyawarah.
Hukuman atau sanksi sosial yang diberikan adalah bentuk dari
pengendalian sosial di tengah-tengah masyarakat yang beradat. Pengendalian
sosial merupakan suatu cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota
yang membangkang dan bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa
warga masyarakat agar mematuhi kaidah kaidah atau nilai dan norma yang ada
ditengah tengah masyarakat. Dengan demikian pengendalian sosial bertujuan untuk
mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan yang ada ditengah
masyarakat[4].
Pada
dasarnya “babaliak ka nagari” dapat
dipahami sebagai Recreating For Nagari yang memberikan peluang dan penguatan.
Dimana pengaplikasian adat masa sekarang mampu
mengkreasikan esensi adat lama (sebelum kolonial) dengan keberadaan adat
sekarang yang jauh tersentuh oleh modernisasi sesuai subtansi dan esensinya.
Sedangkan pemahaman sedback dalam artian mundur yang mentah mentah tidak
memberikan peluang dan holistik kembali pada masa lampau.
Pemahaman
“babaliak ka nagari” tentunya tidaklah sama setiap individu
walaupun tetap merujuk pada pepatah “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah “. Di nagari Batu- Basa Kecamatan
Pariangan Kabupaten Tanah Datar Penggiatan “babaliak
ka nagari” terlihat dalam acara
perkawinan baralek kampuang. Dalam
acara baralek kampuang para tamu atau
masyarakat sasuku yang diundang pergi
baralek diwajibkan memakai rok
panjang atau baju kurung.
Sebagaimana tertuang
dalam peraturan nagari Batu Basa No 5 tahun 2010 pasal 27 ayat 1 bahwa “
pakaian baralek bagi wanita adalah baju kurung, pakai kodek, rok panjang, tidak
dibenarkan pakai celana panjang dan pakai rok pendek (harus pakaian adat
Minangkabau).
Namun
pada faktanya aturan ini tidak terlaksana sepenuhnya oleh masyarakat setempat
sehingga masih ada yang memakai celana panjang dan sejenisnya saat acara
berlangsung. Sedangkan dalam penerapan sanksi sosial bagi yang melanggar hanya
terlihat dari beberapa suku. Dalam peraturan nagari Batu Basa pasal 1 ayat 7
menerangkan bahwa Kerapatan Adat Nagari yang disingkat KAN adalah lembaga
kerapatan ninik mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun
temurun sepanjang adat yang berlaku di Batu Basa dan merupakan lembaga
tertinggi dalam penyelenggaraan adat di nagari Batu Basa. Serta berfungsi
sebagai lembaga penyelenggara, mengurus dan mengelola adat di nagari (pasal 88
Perda 2008). KAN sebagai pengawas sekaligus pengontrol terlihat sedikit
mengabaikan peraturan yang disepakati dan harus ditaati bersama.
Penelitian
terkait dengan adat “babaliak ka nagari”
juga telah ditulis oleh Desi Evayanti.
R dengan judul “Peran Bamus Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Terhadap
Walinagari Kapau Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam Periode 2006- 2012”.
Penelitiannya menitikberatkan pada
peran BAMUS (badan musyawarah) dalam nagari sebagai lembaga tertinggi yang
mengawasi pemerintahan nagari pasca diberlakukan UU No 22 tahun 1999 dan
diberdayakan kembali “babaliak ka nagari”.
Dalam tulisan ini dibahas rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh
BAMUS, menimbulkan celah untuk walinagari melakukan berbagai kegiatan tanpa
adanya pengawasan (kontrol sosial) dan koordinasi.
Berbeda
dengan penelitian diatas, permasalahan ini menarik untuk diteliti karena
pemahaman, pengaplikasian dan pengawasan esensi “ babaliak ka nagari” yang berbeda disetiap individu dalam suatu
nagari akan melahirkan sikap yang berbeda dengan kontrol sosial yang berbeda
pula oleh lembaga di tengah tengah masyarakatnya.
2. BATASAN
DAN RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas dan berangkat dari fenomena yang ada peneliti tertarik
untuk meneliti dan mengkaji bagaimana kontrol sosial pengaplikasian “babaliak ka nagari” khususnya tata berpakaian dalam acara baralek kampuang di nagari Batu Basa
serta seberapa jauh peran KAN dalam penggiatan PerNag Batu Basa pasal 27 ayat 1.
Maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana bentuk pengendalian
sosial (kontrol sosial ) yang diberikan bagi yang melanggar dan sejauh mana pemahaman
masyarakat tentang “babaliak ka nagari” ? serta bagaimana peran dan pengawasan KAN terhadap pelanggaran tersebut ?
3. TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan
batasan dan rumusan masalah diatas maka
tujuan penelitian ini adalah :
1)
Mendeskripsikan bentuk kontrol sosial
yang diberikan bagi yang melanggar aturan dan pemahaman masyarakat tentang “babaliak ka nagari”
2)
Menggali sejauh mana KAN berperan dalam
pengawasan pelaksanaan peraturan nagari.
4. MAMFAAT
PENELITIAN
Secara
akademik penelitian ini bermanfaat untuk pengayaan studi dan pengetahuan
tentang “babaliak ka nagari”. Selain
itu secara praktis diharapkan penelitian ini bermamfaat dalam rangka menggerakkan
dan mengembangkan “babaliak ka nagari”
Hal ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian sejenis dan mendalam
dimasa yang akan datang.
5. TINJAUAN
PUSTAKA
a. Landasan
Teoriritis
Masyarakat nagari sebagai masyarakat
yang beradat mempunyai aturan aturan yang mengikat baik tertulis maupun tidak
tertulis. Peraturan tertulis tertuang dalam peraturan nagari yang menjadi
pedoman dalam melaksanakan kehidupan bernagari. Oleh karena itu, demi
terwujudnya masyarakat yang damai maka diperlukan pengendalian sosial atau
sanksi sosial bagi yang berusaha melawan nilai dan norma yang berlaku.
Pengendalian sosial atau kontrol sosial
adalah suatu cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang
membangkang yang bertujuan untuk mengajak, membimbing, atau bahkan memaksa
warga masyarakat agar mematuhi kaidah kaidah atau nilai dan norma yang ada
ditengah tengah masyarakat. Menurut Teori kontrol kekosongan dalam pengendalian
sosial menyebabkan sesorang bertindak tidak sesuai dengan adat yang berlaku
atau bisa dikatakan menyimpang dari norma yang ada. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum[5]. Sebagaimana
proposisi toeritis yang dikemukakan oleh Hirschi bahwa berbagai bentuk
pengingkaran terhadap aturan aturan sosial adalah akibat dari kegagalan
mensosialisasikan individu masyarakat untuk bertindak conform terhadap aturan
atau tata tertib yang ada.
Hal ini terlihat dalam masyarakat Batu
Basa Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, pemahaman yang kurang terhadap konteks
babaliak ka nagari dan terhadap peraturan nagari berujung dengan aplikasi yang
dianggap salah oleh masyarakat sekitar. Pelanggaran tata berpakaian yang
terjadi dalam acara baralek kampuang merupakan
bentuk kegagalan diri mereka memahami adat yang berlaku (babaliak ka nagari)
dan kurangnya peran dari pemerintahan nagari dalam pensosialisasian peraturan
nagari pasal 27 ayat 1, sehingga masyarakat tidak conform terhadap aturan yang
berlaku.
b. Batasan
Konsep
1) Konsep
Pemahaman
Pemahaman didefinisikan proses berpikir
dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu
diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan
cara memahami. Dalam Taksonomi Bloom, pemahaman adalah kesanggupan memahami
setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk dapat memahami, perlu terlebih
dahulu mengetahui atau mengenal.
Pengertian
pemahaman menurut Anas Sudijono, adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain,
memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat
lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Sedangkan menurut Yusuf Anas, yang
dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang
sudah diingat lebih-kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan
maksud penggunaannya.
Dari
berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan
memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga,
menerangkan, menafsirkan, memerkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan,
menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan
mengikhtisarkan.
2) Konsep
Aplikasi
Aplikasi berasal dari bahasa inggris
"application" yang berarti penerapan, lamaran ataupun penggunaan.
Sedangkan secara istilah, pengertian aplikasi adalah suatu hal yang siap
digunakan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai sasaran yang akan
dituju setelah adanya pemahaman.
3) Nagari
Nagari adalah
pembagian wilayah administratif terendah pada sistem pemerintahan di provinsi
Sumatera Barat, Indonesia. Nagari merupakan sebuah unit kesatuan teritorial dan kultural yang memiliki
batas-batas wilayah yang jelas
serta berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Nagari merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu dan
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam hal adat
istiadat[6].
Wilayah Nagari, meliputi wilayah hukum adat dengan batas-batas tertentu yang
sudah berlaku secara turun temurun dan dan diakui sepanjang adat. Sedangkan Pemerintahan
Nagari adalah penyelenggaran urusan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan serta memberikan pelayanan pada masyarakat setempat.
4)
Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah cara dan
proses pengawasan yang direncanakan atau tidak yang bertujuan untuk mengajak,
mendidik bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai dan norma yang
berlaku dalam kelompoknya. Dengan demikian maka pengendalian sosial terutama
bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan
perubahan dalam masyarakat[7].
Terdapat dua jenis pengendalian sosial, yang dapat diklasifikasikan, Berdasarkan
waktu/ sifat terbagi (a) preventif, dan (b) represif. Sedangkan bentuk
pengendalian sosial dapat dilakukan berupa: teguran, gosip, intimidasi, total institusi, agama,
pendidikan, kekerasan, dan fraudulens/ bekingan, ostrasisme/ pengucilan[8].
6. METODELOGI
PENELITIAN
1) Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Nagari Batu
Basa Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pemilihan
lokasi ini karena ditemukan data bahwa terdapat peraturan nagari yang mengatur
tata cara berpakaian dalam baralek
kampuang bagi perempuan dan adanya pelanggaran terhadap peraturan nagari
tersebut serta bentuk pengendalian sosialnya yang tergolong unik. Atas dasar
inilah peneliti memilih lokasi ini.
2) Pendekatan
dan Tipe Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang berusaha menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati, dengan penelitian kualitatif ini
peneliti akan mendapat informasi berupa ungkapan dan penuturan langsung dari
informan. Dalam penelitian ini peneliti dan masyarakat yang akan diteliti
berinteraksi dengan baik dan sewajarnya, sehingga akan mempermudah memperoleh
data dari subjek penelitian tanpa adanya rekayasa.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus observasi yaitu studi yang dilakukan
karena peneliti dapat menjaring keterangan-keterangan empiris yang detail dan
aktual dari unit analisais penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu
maupun unit-unit social tertentu dalam masyarakat[9] .
3) Informan
Penelitian
Informan
adalah orang-orang yang dimanfaatkan memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian[10]. Informan
penelitian merupakan orang-orang yang memberikan informasi mengenai data-data
yang dibutuhkan dalam penelitian dan sesuai dengan perumusan masalah
penelitian. Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan dengan secara
sengaja (purposive sampling), maksudnya
pemilihan informan tidak dilakukan secara acak, melainkan berdasarkan tujuan
penelitian. Melalui teknik ini, penulis bisa benar-benar mengetahui bahwa
orang-orang yang dipilih dapat memberikan informasi yang diinginkan.
Informan
yang akan dipilih yaitu yang berasal dan tinggal dari masyarakat Nagari Batu
Basa Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar
itu sendiri. Kriteria informan yang dipilih yaitu para masyarakat di nagari
Batu Basa yang dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan, agama, profesi,
jenis kelamin, umur dan pengetahuan adat nya.
4) Teknik
Pengumpulan Data
a.
Observasi
Teknik
pengamatan atau observasi yaitu mengamati secara langsung gejala-gejala yang
diteliti dengan maksud untuk memperoleh data dengan cara mengamati secara
langsung objek yang diteliti. Teknik pengamatan atau observasi dilakukan dengan
mengamati secara langsung situasi di lapangan untuk melihat bagaimana keadaan
saat baralek kampuang dilaksanakan.
Observasi
atau pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi nonpartisipasi dengan cara mengamati secara
langsung kegiatan yang diteliti tapi tidak terlibat dalam kegiatan, observasi
akan dilakukan selama data yang diharapkan dapat dipenuhi dengan metode pengamatan dengan menggunakan indera yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasa, mulai dari acara
berlangsung sampai pelaksanaan atau pemberian sanksi sosial saat ada yang
melanggar tata berpakaian dalam baralek
kampuang.
b. Wawancara
Mendalam
Wawancara adalah salah satu bagian terpenting dalam
penelitian, karena tanpa wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang
hanya diperoleh dengan cara jalan bertanya langsung kepada responden, data
semacam ini merupakan tulang punggung penelitian wawancara dalam
penelitian ini dilakukan secara tidak terstruktur, bebas, dan terbuka. Cara ini
dilakukan atas pertimbangan para informan merasa canggung jika wawancara
dilakukan secara formal, oleh karena itu wawancara dilakukan secara bebas yang
lebih mirip dengan diskusi atau berbincang-bincang.
Teknik wawancara yang akan digunakan adalah wawancara
mendalam (indepth interview) adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan
pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan. Pada pengumpulan data
dilapangan peneliti menggunakan wawancara atau catatan yang berisikan pemikiran
yang merupakan pertanyaan mendalam yang akan ditanyakan pada waktu wawancara
berlangsung.
Penulis juga akan
melakukan wawancara mendalam secara personal kepada informan, dengan
harapan agar dapat mengetahui gagasan, ide, dengan mengadakan
pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang mengacu kepada interview guide yang
telah disusun sebelumnya. Peneliti juga menggunakan alat
perekam dengan tujuan untuk mempermudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Melalui teknik tersebut bisa
diperoleh data yang bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis dan ilmiah.
7.
VALIDITAS DATA
Untuk mendapatkan data yang valid maka akan dilakukan
teknik triangulasi data, yaitu dengan mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda. Data yang diperoleh melalui wawancara kemudian di
cek lagi dengan observasi dan dokumentasi. Dalam mencari data di lapangan harus
menggunakan pertanyaan yang sama yang ditanyakan langsung pada beberapa orang
informan yang berbeda dan mengkombinasikan data hasil wawancara dengan hasil
observasi.
Data dianggap valid apabila dari beberapa orang informan diperoleh
data yang sama (mencapai kejenuhan data). Data dianggap
valid jika didapat data dan informasi yang sama dari data penelitian
sebelumnya. Data yang sudah valid
kemudian dianalisis, sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.
8.
ANALISIS DATA
Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model Milles dan Huberman yaitu
model analisis interaktif (interactive
model of analisys) yaitu:
a)
Reduksi Data
Reduksi
data yaitu suatu proses pemilihan, pemfokusan, dan penyederhanaan kata-kata
kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan (fieldnote). Setiap mengumpulkan data tertulis dengan rapi,
terinci, dan sistematis. Kemudian dibaca, dipelajari, dan dipahami agar
data-data didapat bisa dimengerti. Selanjutnya, dilakukan proses pemilihan yaitu
memilih hal-hal yang pokok, membuat ringkasan, dan difokuskan pada hal-hal yang
penting, sehingga sesuai dengan focus kajian. Setelah data terkumpul, maka data
tersebut diseleksi dan disimpulkan. Jika masih ada data yang belum lengkap,
maka kembali dilakukan wawancara ulang dengan informan.
b) Penyajian
Data (display data)
Data
yang telah direduksi, selanjutnya disajikan guna dilakukan analisis terhadap
temuan-temuan penelitian dalam bentuk tulisan. Dengan dilakukan display data
dapat memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan,
dengan melakukan penyajian data peneliti dapat memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis ataukah mengambil
tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.
c) Penarikan
Kesimpulan
Pada
penarikan kesimpulan ini, awalnya peneliti melakukan penelitian terlebih
dahulu, kemudian mencari makna dari data yang diperoleh, verifikasi dengan cara
berfikir ulang selama melakukan penulisan, meninjau kembali catatan dilapangan,
dan bertukar pikiran agar bisa mengembangkan data. Selanjutnya menganalisis
data dengan cara membandingkan jawaban dari informan mengenai permasalahan
penelitian yang sifatnya penting. Apabila sudah sempurna, maka hasil penelitian
yang sudah diperoleh akan tertulis dalam bentuk laporan akhir
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber
Buku
:
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Desi Eva Yanti R, 2011. Peran Bamus
Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Terhadap Walinagari Kapau Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam Periode 2006- 2012”.). Skripsi.
Padang : FISIP
Universitas Andalas
Erianjoni. 2003. Buku AjarPerilaku Menyimpang. Jurusan
Sejarah Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.
Ibrahim. 2012. Tambo
Alam Minangkabau. Sumatera Barat : Kristal
Multimedia
Narwoko, J Dwi dan Bagong Suryanto. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Maleong, Lexy. J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Rosda Karya
Soekanto, Soerjono dan Budi
Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu
Pengantar edisi Revisi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
UU No. 2
tahun 2007 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat
Sumber Internet :
Efrizal, Joni dkk. (2011). Komunitas Nagari
Nagari Saiber. [ Internet], Oktober. Tersedia dalam info@nagari.or.id [ Diakses 13
Oktober 2013]
http://www.referensimakalah.com.
[ diakses 22 Desember 2013]
[2]
Desi Eva Yanti R, 2011. Peran Bamus
Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Terhadap Walinagari Kapau Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam Periode 2006- 2012”.). Skripsi.
Padang : FISIP Universitas Andalas
[4]
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar edisi Revisi
( Jakarta : 2013) hal 179
[5] J.
Dwi Narwoko & bagong suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
(Jakarta : 2011) hal 116
[7] Soerjono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: 2003) hal 206
[8]
Erianjoni. Buku Ajar Perilaku Menyimpang (Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri
Padang:2003)
[10]
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung : 1990) hal 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar