PARADIGMA DIFUSIONISME
Aliran jerman
Jerman
bernama F. Graebner, dengan
istilahnya yang disebut Kulturkreis atau wilayah kebudayaan. Kulturkreis
adalah sekumpulan tempat di mana ditemukannya unsur-unsur yang sama, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode
klasifikasi unsur-unsur kebudayaan ini ditulis dalam buku yang menjadi sangat
terkenal berjudul Methode der Ethnologie. Melalui metode ini, akan
tergambar penyebaran atau disfusi kebudayaan, sehingga mampu merekonstruksi
sejarah penyebaran umat manusia di muka bumi pada masa yang lampau. Hal ini
dikenal dengan nama Kulturhistorie.
Gracbner (1877-1934) melakukan penelitian dengan menyusun dan
mengelompokkan benda-benda (artefak) berdasarkan persamaan bentuk. Metode
klasifikasi ini kemudian disebut dengan Kultrukreis. Metode Kulturkreis ini
kemudian dikembangkan untuk memetakan secara lebih global kebudayaan manusia.
Meskipun pekerjaaan klasifikasi sangat rumit mengingat banyaknya kebudayaanyang
tersebar di seluruh dunia, akan tetapi, kenyataan ini justru melahirkan sebuah
cita-cita untuk untuk merekonstruksi Kulturhistoire umat manusia dengan harapan
akan nampak kembali sejarah persebaran bangsa-bangsa di muka bumi.
metode
genealogi dari W.H.R Rivers, seorang
dokter dan psikolog yang ahirnya tertarik akan antropologi. Metodenya berupa
sebuah metode wawancara dalam penelitian lapangan untuk mengetahui kehidupan
suatu masyarakat. Rivers meyakini dalam metodenya ini, bahwa untuk mengetahui
secara menyeluruh kehidupan suatu masyarakat, diperlukan bahan amat lengkap
lewat wawancara mengenai asal-usul nenek moyang setiap individu untuk kemudian
dianalisa dan disangkutpautkan dalam berbagai peristiwa.
Rivers melakukan ekspedisi penting untuk sebuah eksperimen
mengenai hubungan antara kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsayang mendiami
daerah-daerah di sekitar Selat Torres, Irian Selatan dan Australia Utara. Dalam
penelitiannya, Rivers mengembangkan metode wawancarabaru yang dikenal dengan
Genealogical Method, metode yang mengklasifikasi asal-asal individu, yang
kemudian menjadi teknik utama para antropolog dalam melakukan penelitian di
daerah. Rivers berhasil mengumpulkan banyak bahan mengenai sistem
kemasyarakatan suku-suku bangsa tersebut.
Rivers juga melakukan penelitian pada suku bangsa Toda yang tinggal di propinsi Mysore di India Selatan dan kemudian menghasilkan buku The Todas (1906). Dalam penelitian tersebut, Rivers mendapat banyak bahan mengenai sistem kekerabatan orang Toda. Dengan membandingkan bahan tersebut dengan apayang diperolehnya di daerah Malanesia. Ia kemudian mengembangkan konsep baru mengenai sistem-sistem kekerabatan yang dimuat dalam buku Notes and Queries on Anthropoloy (1912
Rivers juga melakukan penelitian pada suku bangsa Toda yang tinggal di propinsi Mysore di India Selatan dan kemudian menghasilkan buku The Todas (1906). Dalam penelitian tersebut, Rivers mendapat banyak bahan mengenai sistem kekerabatan orang Toda. Dengan membandingkan bahan tersebut dengan apayang diperolehnya di daerah Malanesia. Ia kemudian mengembangkan konsep baru mengenai sistem-sistem kekerabatan yang dimuat dalam buku Notes and Queries on Anthropoloy (1912
Elliot Smith (1871-1937)
dan W.J. Perry (1887-1949)yang
mengemukakan teori-teori aneh. Teori aneh mereka misalnya tentang sejarah
kebudayaan dunia bahwa pada zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa
difusiyang besar yang berpangkal di Mesir, yang bergerak ke arah timur, daerah
sekitar Laut Tengah, Afrika, kemudian bergerak ke India, Indonesia, Polinesia,
dan ke Amerika. Teor ini kemudian disebut dengan Heliolithic Theory.
Heliolithic Theory bagi
Elliot dan Perry didasarkan pada unsur-unsur penting kebudayaan Mesir Kuno yang
tersebar ke daerah luas, tampak pada bangunan-bangunan batu besar (megalith),
unsur religiusitas yang berpusat pada penyembahan matahari, atau helios.
Pendapat ini menyimpulkan bahwa kebudayaan Mesir menjadi induk dan kemudian
tersebar secara acak dan berkembang ke seluruh daerah di dunia di sepanjang
waktu perjalanannya.
Teori Heliolithik tersebut kemudian dipergunakan dalam suatu penelitian besar oleh Perry yang mencoba menelusuri peta penyebaran unsur-unsur kebudayaan serta sebab-sebab dari difusi tersebut. Dalam persebarannya dari Mesir ke arah Timur Tengah sampai ke Amerika tengah dan Selatan, yang tentu saja melewati Indonesia, karena keberadaan pulau-pulaunya yang terletak di tenagh. Hasil penelitian Perry tersebut dipublikasikan ke dalam buku yang menadi sangat populer The Children of the Sun (1923).
Teori Heliolithik tersebut kemudian dipergunakan dalam suatu penelitian besar oleh Perry yang mencoba menelusuri peta penyebaran unsur-unsur kebudayaan serta sebab-sebab dari difusi tersebut. Dalam persebarannya dari Mesir ke arah Timur Tengah sampai ke Amerika tengah dan Selatan, yang tentu saja melewati Indonesia, karena keberadaan pulau-pulaunya yang terletak di tenagh. Hasil penelitian Perry tersebut dipublikasikan ke dalam buku yang menadi sangat populer The Children of the Sun (1923).
Heliolithic
Theory secara konseptual dapat dipahami sebagai sebuah gagasan tentang kekuatan
determinan sebuah budaya. Kekuatan determinasi tersebut tumbuh melalui
kemampuannya untuk beradaptasi. Argumen sesungguhnya masih menjadi preposisi,
bahwa kelestarian budaya tertentu menegaskan kemampuan beradaptasiyang lebih
baik. Kaplan dan Manners juga mengemukakan, bahwa semakin tinggi taraf adaptasi
suatu budaya, akan makin banyak struktur yang dikandungnya dan
struktur-struktur
Koentjaraningrat menyimpulkan bahwa
proses difusi tidak hanya dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari
suatu tempat ke tempat lain di muka bumi saja tetapi terutama sebagai suatu
proses di mana unsur-unsur kebudayaan dibawa oleh individu-individu dari suatu
kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain,
maka terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan.
Unsur-unsur itu selalu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu
kompleks yang tidak mudah dipisahkan.
Aliran amerika
Frans Boas kemudian menghasilkan murid-murid yang
terkenal dalam dunia atropologi seperti Kroeber, Godenweiser, Linton, Ruth
Benedict, Ruth Banzel, Herskovit, Spier dan Murdock.
Bagi Frans, persoalan pokok mengenai studi difusi
bukanlah mengenai adanya kontak antara kebudayaan tetapi yang penting adalah
adanya kontak menimbulkan efek dinamis bagi perubahan kebudayaan dengan segala
masalahnya.
1. Studi deskrpitif merupakan pengantar terhadap studi
analitis tentang proses
2. Studi difusi harus dikerjakan dengan metode induktif
3. Studi difusi harus dimulai dengan menyelidiki tentang
hal khusus menuju ke masalah umum.
4. Pendekatan terhadap studi mengenai proses dinamis
harus dilihat dan ditinjau secara psikologis dan diperhatikan pula kedudukan
serta sifat individu untuk mendapatkan gambaran tentang realitas kebudayaan.
Boas
mengemukakan konsep tentang marginal survival bahwa pertumbuhan kebudayaan
menyebabkan timbulnya unsur-unsur yang akan mendesak unsur lama ke arah pinggir
sekeliling daerah pusat pertumbuhan
Konsep mengenai
marginal survival ini merupakan benih bagi berkembangnya konsep mengenai
cultural area yang dilakukan oleh Clark
Wissler (1877-1947). Suatu culture area menggolongkan ke dalam satu
golongan berpuluh-puluh kebudayaan yang satu dengan yang lainnya berbeda, berdasarkan
persamaan dari sejumlah ciri-ciri mencolok dalam berbagai kebudayaan. Ciri itu
tidak hanya unsur-unsur material namun juga unsur yang lebih abstrak.
Difusi merupakan konsep
dasar tentang adanya kecenderungan alami terjadinya persebaran manusia serta
kebudayaan yang menyertainya. Selain itu, realitas keberagaman etnis dan ras
menunjukkan adanya unsur orsinilitas (endegenous) dalam setiap kelompok
masyarakat. Adanya perbedaan tersebut pada dasarnya merupakan sebuah konstruk
alami dari adanya perbedaan gerak perubahan yang terjadi dalam masyarakat
tersebut. Meskipun demikian, keberagaman budaya dalam perspektif yang lebaih
luas justru terdapat unsur kesamaan bentuk budaya, bahkan yang secara geografis
berjauhan. Hal ini telah menginspirasi para sarjana antropolog untuk mengkaji
lebih jauh tentang adanya prinsip dasardari akar budaya yang dapat ditemui
bahkan pada semua kelompok masyarakat.
difusi menurut Kroeber
menjelaskan tentang perubahan dalam suatu masyarakat dengan cara mencari
asal atau ‘aslinya’ dalam masyarakatyang lain. Difusi pada tahapan yang ekstrim
menekankan bahwa setiap pola tingkah laku atau unsur budaya yang baru itu
tersebar dari satu sumber asli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar