PERAN MAHASISWA TERHADAP PENGEMBANGAN
DAN
PELESTARIAN BUDAYA DAERAH
Oleh
: Widiya Trisna/ 1101817
ABSTRAK
Kebudayaan
menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia. Kebudayaanlah
yang memberi nilai dan makna. Kebudayaan dalam lingkup regional tertentu
disebut dengan budaya daerah,. Perubahan pola budaya daerah yang ditimbulkan
oleh modernisasi membuat kita harus mempertahankan kebudayaan asli daerah
karena merupakan warisan dari leluhur dan dianggap masih berguna serta relevan
dengan kehidupan. Peran untuk mempertahankan dan melestarikan budaya daerah tidak terlepas dari andil
mahasiswa dan masyarakat lainnya, peran mahasiswa dapat diwujudkan dengan jalur
ekstrakulikuler dan intrakulikuler. Dengan demikian mahasiswa mengetahui
kebudayaan daerah masing- masing, sehingga terciptalah aktor bangsa yang kaya
wawasan budaya lokal.
Kata
Kunci : Kebudayaan, budaya daerah, mahasiswa, peran, pelestarian.
A.
PENDAHULUAN
Kebudayaan atau budaya berasal dari
kata sanskerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Menurut bapak Antropologi Indonesia, Koenjtaraningrat mengartikan kebudayaan
sebagai keseluruhan sistem gagasan milik diri manusia dengan belajar. Sedangkan
menurut E.B Taylor budaya adalah keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.[1]
Istilah budaya daerah biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari
budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya daerah adalah budaya yang
dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang
berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang
lain. Di Indonesia istilah budaya daerah juga sering disepadankan dengan budaya
lokal atau budaya etnik/ subetnik.
Kebudayaan daerah (lokal) Indonesia yang sangat beranekaragam
menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta
mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya daerah Indonesia sangat membanggakan
karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan
tersendiri. Terdapat
746 jumlah bahasa daerah, lebih dari 100 jenis tarian daerah dan 28 alat musik
daerah.[2]
Masih banyak lagi kebudayaan kebudayaan lainnya.Namun seiring berkembangnya
zaman, menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya,
masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis
dibandingkan dengan budaya daerah.
Banyak faktor yang
menyebabkan budaya daerah
dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya
asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya
tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing
mulai mendominasi sehingga budaya daerah
mulai dilupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya peranan budaya daerah. Budaya daerah adalah identitas bangsa. Sebagai
identitas bangsa, budaya daerah
harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh
negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk
asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan
input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negaranya.
Perkembangan suatu
negara tentu tidak luput dari wajah dan apresiasi mahasiswa. Mahasiswa sebagai
“agen sosial of change” mempunyai tanggung jawab moral terhadap apa yang
terjadi pada tanah airnya. Oleh karena itu, dalam stratifikasi sosial mahasiswa
di tempatkan dalam golongan middle class yang notabene adalah
penyambung lidah masyarakat. Mahasiswa mengemban tugas dalam mengawal
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mungkin saja tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat pada umumnya di Indonesia. Namun tidak hanya itu tugas yang harus
diemban oleh mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya berbicara dalam tataran akademis.
Tapi juga berbicara tentang bagaimana mengontrol permasalahan-permasalahan
sosial. Termasuk dalam masalah melestarikan produk-produk kebudayaan yang
begitu kaya dimiliki bangsa ini. Dimana seperti yang kita ketahui di media
massa akhir-akhir ini tanpa disadari kebudayaan kita telah “dirampok”
oleh negara tetangga Malaysia. Beberapa kepunyaan Indonesia dari batik, pulau,
tari-tarian khas daerah, lagu daerah, sampai makanan pun dengan tanpa malu negara
tetangga kita itu mengklaim bahwa itu adalah kebudayaan mereka. Ini merupakan
suatu tamparan bagi bangsa kita untuk lebih menjaga dengan cara melestarikan
kebudayaan kita
Mahasiswa memiliki kedudukan dan
peranan penting dalam pelestarian budaya daerah. Hal ini didasari oleh asumsi
bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai
intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, mahasiswa harus
mempunyai suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa
Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara
lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni
dan budaya daerah.
Jadi rumusan masalah yang dapat diambil dari pembahasan
diatas adalah apa yang dimaksud dengan budaya dan budaya daerah ? Bagaimana peran
mahasiswa terhadap pengembangan dan pelestarian budaya daerah ? Bagaimana peran lembaga kebudayaan
dalam pelestarian budaya daerah ?
B.
PEMBAHASAN
I.
Konsep Budaya
Kebudayaan
menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia. Tak ada manusia
yang dapat hidup diluar lingkup kebudayaan. Kebudayaanlah yang memberi nilai
dan makna pada hidup manusia. Seluruh bangunan hidup manusia dan masyarakat
berdiri diatas landasan kebudayaan.
Karena itu penting sekali artinya bagi kita untuk memahami hakikiat
kebudayaan.
Budaya (sering juga disebut
kebudayaan) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.[3]
J.J. Honigmann dalam The World of Man (1959) membedakan adanya tiga
gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, dan artifacts.
Sejalan dengan hal tersebut
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan dapat digolongkan dalam tiga
wujud. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Wujud pertama merupakan wujud
ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak (tidak dapat diraba, dipegang, atau
difoto), berada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang
bersangkutan hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakukan yang
berfungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan,
dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
Para ahli antropologi dan sosiologi
menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini dengan cultural system
(sistem budaya) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
adat atau adat istiadat (dalam bentuk jamak). Kedua, wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat. Wujud kebudayaan tersebut dinamakan sistem sosial (social
system). Wujud kebudayaan ini dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasi
karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi satu dengan yang lain. Sistem sosial merupakan perwujudan
kebudayaan yang bersifat konkret dalam bentuk perilaku dan bahasa. Ketiga,
wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia; bersifat paling
konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan
difoto. Wujud kebudayaan yang ketiga ini disebut kebudayaan fisik (material
culture).
Ketiga wujud kebudayaan dalam
realitas kehidupan masyarakat tentu tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain. Kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya
manusia. Ide-ide dan tindakan menghasilkan benda-benda yang merupakan
kebudayaan fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup
tertentu yang dapat mempengaruhi tindakan dan cara berpikir masyarakat.[4]
Kebudayaan atau
budaya berasal dari kata sanskerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi yang berartibudi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal yang bersangkutan
dengan budi atau akal.[5]
Menurut bapak
Antropologi Indonesia, Koenjtaraningrat mengartikan kebudayaan sebagai
keseluruhan sistem gagasan milik diri manusia dengan belajar. Sedangkan menurut
E.B Taylor budaya adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan
yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.[6]
Pendapat lain
mengatakan bahwa kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia.[7]
Secara universal unsur- unsur
kebudayaan terdiri dari kepercayaan, nilai, norma dan sanksi, simbol, teknologi, bahasa dan kesenian.[8]
II.
Konsep Budaya Daerah
Budaya daerah merupakan istilah yang
biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari budaya nasional
(Indonesia) dan budaya global. Budaya daerah adalah budaya yang dimiliki oleh
masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari
budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain. Di
Indonesia istilah budaya daerah juga sering disepadankan dengan budaya lokal
atau budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki
kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem religi, dan kesenian.[9] Namun demikian, sifat-sifat khas
kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas,
terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara. Unsur-unsur yang lain sulit
untuk menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa.
III.
Peran Mahasiswa terhadap pengembangan dan pelestarian budaya daerah
Apa yang dinyatakan sebagai mutu kehidupan bangsa tidak
layak diukur oleh tingkat kemakmuran material belaka, mutu kehidupan akan
meningkat oleh kekayaan wawasan kultural. Kekayaan inilah yang selanjutnya akan
menumbuhkan kesadaran identitas kita sebagai bangsa, selanjutnya wawasan kultural
harus digarap dengan canggih, maka dengan itu makin teguh ketahanan kita untuk
menghadapi kegoyahan nilai dan sengketa norma oleh manca budaya.[10]
Hal inilah yang pertama sekali dilakukan oleh mahasiswa yakni menambah wawasan
kultural selaku aktor untuk perubahan negeri ini.
Sebagai aktor bangsa, peran mahasiswa dalam mengawal kebudayaan daerah
Indonesia, pertama, mahasiswa sebagai kaum akademis mempunyai peranan
bagaimana memfilter kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk kedalam masyarakat
Indonesia terutama kaum muda yang dalam kenyataannya lebih cepat dapat
terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk kedalam gaya hidupnya. Kedua, mendesak
pemerintah untuk lebih koorperatif terhadap budayawan-budayawan yang mana
mereka lebih akrab dengan hal tersebut. Itu bertujuan agar pemerintah sebagai
pemegang kebijakan agar lebih teliti dalam mengaja kebudayaan-kebudayaan
Indonesia dengan lebih memerhatikannya dan tidak bertindak pasif. Baik itu
dengan membuat dokumentasi budaya-budaya Indonesia, maupun undang-undang yang
tegas mengatur permasalahan tersebut. Ketiga, melakukan
sosialisasi akan pentingnya menjaga kebudayaan yang merupakan harta bagi bangsa
ini. Maka disini perlu adanya kerjasama dengan media massa.
Peranan mahasiswa dalam mengawal
kebudayaan daerah ini tentunya tidak akan berhasil
tanpa adanya kesadaran pada masyarakat pada umumnya. Padahal, kebudayaan
yang dimiliki Indonesia ialah sebagai identitas bagi masyarakat Indonesia.
Siapa lagi yang melestarikan kebudayaan Indonesia jika bukan oleh warga Negara
itu sendiri. Oleh karena itu mari kita sebagai anak bangsa mempunyai tanggung
jawab moral untuk menjaga “harta” ini dengan cara melestarikannya.
Optimalisasi
peran mahasiswa dalam pelestarian budaya daerah dapat juga dilakukan melalui dua jalur, yaitu
intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan
menjadikan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur
ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa
(UKM) kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan
budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian budaya
daerah.
a.
Jalur Intrakurikuler
Untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian
budaya daerah diperlukan adanya pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya
daerah. Tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap hal itu, mustahil mahasiswa
dapat menjalankan peran itu dengan baik.
Peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap budaya daerah
dapat dilakukan melalui jalur intrakurikuler; artinya budaya daerah dijadikan
sebagai salah satu substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah
atau dijadikan sebagai mata kuliah. Kemungkinan yang pertama dapat dilakukan
melalui mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) bagi mahasiswa
program studi eksakta, dan Ilmu Budaya Dasar dan Antropologi Budaya bagi
mahasiswa program studi ilmu sosial. Dalam dua mata kuliah itu terdapat
beberapa pokok bahasan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah yaitu tentang manusia dan kebudayaan,
manusia dan peradaban, dan manusia, sains teknologi, dan seni.
Kemungkinan yang kedua tampaknya telah diakomodasi dalam kurikulum program
studi-program studi yang termasuk dalam rumpun ilmu budaya seperti program
studi di lingkungan Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu Budaya.
Beberapa mata kuliah yang secara khusus dapat digunakan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap budaya daerah adalah Masyarakat dan
Kesenian Indonesia, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, dan Masyarakat dan
Kebudayaan Pesisir. Melalui mata kuliah-mata kuliah itu, mahasiswa dapat diberi
penugasan untuk melihat, memahami, mengapresiasi, mendokumentasi, dan membahas
seni dan budaya daerah. Dengan kegiatan-kegiatan semacam itu pemahaman
mahasiswa terhadap seni dan budaya daearah akan meningkat yang juga telah
melakukan pelestarian.[11]
Jalur intrakurikuler lainnya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman bahkan mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian
budaya daerah adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa-mahasiswa yang telah
mendapatkan pemahaman yang mencukupi terhadap budaya daerah dapat berkiprah
langsung dalam pelestarian dan pengembangan budaya daerah.
b.
Jalur
Ekstrakurikuler
Pembentukan dan pemanfaatan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) kesenian merupakan langkah lain yang dapat ditempuh
untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
Sehubungan dengan hal itu, pimpinan perguruan tinggi perlu mendorong
pembentukan UKM kesenian daerah.
Lembaga kemahasiswaan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) merupakan wahana yang sangat strategis untuk upaya-upaya tersebut,
karena mereka adalah mahasiswa yang benar-benar berminat dan berbakat dalam
bidang seni tradisi. Latihan-latihan secara rutin sebagai salah satu bentuk
kegiatan UKM kesenian daerah yang pada gilirannya akan berujung pada pementasan
atau pergelaran merupakan bentuk nyata dari pelestarian seni dan budaya daerah.
Forum-forum festival seni mahasiswa semacam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat
Nasional (Peksiminas) merupakan wahana yang lain untuk pengoptimalan peran
mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
IV.
Peran lembaga kebudayaan dalam
pelestarian budaya daerah
Lembaga-lembaga
kebudayaan baik yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), sanggar, atau
paguyuban merupakan elemen lain yang dapat berperan serta dalam pelestarian
seni dan budaya daerah. Sejauh ini lembaga kebudayaan dipandang sebagai elemen
masyarakat yang relatif memiliki perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi
dan kelangsungan seni dan budaya daerah.
Optimalisasi peran lembaga kebudayaan memerlukan dukungan
pemerintah. Pembentukan dewan kesenian merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengoptimalisasikan peran lembaga kebudayaan. Dewan kesenian
dapat merencanakan sejumlah kegiatan antara lain dapat berupa penyuluhan,
pembinaan, dan pelatihan bagi lembaga-lembaga kebudayaan yang bertujuan untuk
memberikan arah dalam pengembangan seni dan budaya daerah.
Pemerintah berkewajiban untuk mendorong peran serta
lembaga kebudayaan melalui pemberian ruang ekspresi yang cukup dalam bentuk
penyediaan gedung-gedung kesenian yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh para
seniman untuk berekspresi. Memang, pemerintah telah menyediakan ruang ekspresi
itu, namun sering kali para seniman tidak mampu menjangkau sewa gedung yang
mahal menurut ukuran seniman (tradisi).
Penyediaan fasilitas gratis bagi seniman yang akan
menyelenggarakan pergelaran merupakan kebijakan yang ditunggu-tunggu oleh
kalangan seniman tradisi. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif
atau apa pun namanya kepada lembaga kebudayaan yang memiliki komitmen,
konsisten, dan secara kontinyu melakukan kegiatan-kegiatan pelestarian seni dan
budaya daerah.[12]
Langkah lain yang bisa dilakukan untuk melestarikn budaya
adalah melakukan penerbitan buku- buku atau bacaan hasil budaya kemudiaan disebarluaskan
kepada masyarakat. Setelah itu pembangunan nasional
perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya pengembangan kesenian yang mampu
melahirkan “nilai-tambah kultural”. Pakem-pakem seni (lokal dan nasional) perlu
tetap dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui
dekomposisi dan rekonstruksi, rekoreografi, renovasi, revitalisasi, refungsionalisasi,
disertai improvisasi dengan aneka hiasan, sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan
nafas baru, akan mengundang apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap
pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni. Di sinilah awal dari kesenian
menjadi kekayaan budaya dan hal ini sudah termasuk dalam pelestarian budaya.[13]
C.
PENUTUP
Istilah budaya daerah biasanya digunakan untuk membedakan
suatu budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya daerah
adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau
daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang
berada di tempat yang lain. Di Indonesia istilah budaya daerah juga sering
disepadankan dengan budaya lokal atau budaya etnik/ subetnik. Budaya
daerah Indonesia memiliki keanekaragaman yang sangat
bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Terdapat 746 jumlah bahasa daerah, lebih
dari 100 jenis tarian daerah dan 28 alat musik daerah. Masih banyak lagi
kebudayaan kebudayaan lainnya. Namun seiring berkembangnya zaman, menimbulkan
perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih
memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan
budaya daerah.
Perkembangan suatu negara tentu tidak luput dari
wajah dan apresiasi mahasiswa. Mahasiswa sebagai “agen sosial of change” mempunyai
tanggung jawab moral terhadap apa yang terjadi pada tanah airnya. Oleh karena
itu, dalam stratifikasi sosial mahasiswa di tempatkan dalam golongan middle
class yang notabene adalah penyambung lidah masyarakat. Mahasiswa
mengemban tugas dalam mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah yang mungkin saja
tidak sesuai dengan kondisi masyarakat pada umumnya di Indonesia.
Optimalisasi
peran mahasiswa dalam pelestarian budaya daerah dapat juga dilakukan melalui dua jalur, yaitu
intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan
menjadikan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur
ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa
(UKM) kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan
budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian budaya
daerah.
Untuk
pencapaian yang optimal diperlukan juga partisipasi dari masyarakat dan perana
lembaga- lembaga kebudayaan baik yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM),
sanggar, atau paguyuban. Lembaga
ini merupakan elemen lain jyang dapat berperan serta dalam pelestarian seni dan
budaya daerah. Sejauh ini lembaga kebudayaan dipandang sebagai elemen
masyarakat yang relative memiliki perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi
serta kelangsungan seni dan budaya daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Blues, Agus. (2011) Planet Wanita [Internet], April.
Tersedia dalam: http://planetwanita.com [Diakses 3 Maret 2012]
Dhanang. (2009) Peningkatan Kualitas Pembelajaran
[Internet], Juli. Tersedia dalam: http://staff.undip.ac.id [Diakses 3 Maret 2012].
Handayani, Kuntari. (2011) Optimalisasi Peran Mahasiswa
[Internet], April. Tersedia dalam: http://th4r1e.blogspot.com [Diakses 29 Februari 2012].
Hasan, Fuad. 1989. Renungan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Lutfiah, Siti. (2011) Pergeseran Bahasa Daerah dalam
Komunikasi Lintas Budaya [ Internet], Desember. Tersedia dalam: http://kebulan09.com [Diakses 29 Februari 2012]
Moral, Rafael Raga. 2007.
Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Peursen, Van. 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta:
Kanisius
Setiadi, dkk. 2006. Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Soerjono, Soekanto. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
.
|
[1]
Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Hal 27
[2]
Blues, Agus. (2011) Planet Wanita [internet], April. Tersedia dalam http://planetwanita.com
[3]
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 144
[4]
Handayani, Kuntari. (2011) Optimalisasi Peran Mahasiswa [Internet], April.
Tersedia dalam: http://th4r1e.blogspot.com
[5]
Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
[6] Setiadi.
Op.cit
[7]
Peursen, Van. 1976. Stategi Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius. Hal 9.
[8]
Moran, Rafael Raga. 2007. Manusia Dan
Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal
38-46.
[9] Koenjtaraningrat.
Op.cit hal 165
[10]
Hasan, Fuad. 1989. Renungan Budaya.
Jakarta: Balai Pustaka. Hal 26- 27.
[11]
Lutfiah, Siti. (2011) Pergeseran Bahasa Daerah dalam Komunikasi Lintas Budaya [Internet],
Desember. Tersedia dalam: http://kebulan09.com
[12] Handayani
. Loc.cit
[13]
Dhanang. (2009) Peningkatan Kualitas Pembelajaran [Internet], Juli. Tersedia
dalam http://staff.undip.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar