Daftar Blog Saya

Rabu, 01 Mei 2013

tugas sospend : analisis teori dalaam masalah pendidikan di indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A.                 LATAR BELAKANG
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Padahal guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah:
a.       Bagaimana kualitas tenaga pendidik di indonesia ?
b.      Apa yang menyebabkan kualitas tenaga pendidik rendah ?
c.       Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah rendahnya kualitas tenaga pendidik di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Kualitas Tenaga Pendidik Di Indonesia
Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Menurut Martinis Yamin (2007: 104) keberhasilan guru di dalam kelas bukan hanya sekedar tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi keberhasilan guru juga ditentukan sejauh mana mampu mengembangkan kecakapan siswanya, karena guru sebagai change agent.Dalam kontek diatas untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah :

1.      Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
2.       Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
3.      Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran
4.      Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
5.      Kemampuan mengorganisir dan problem solving
6.      Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.

Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai – nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak. Di negeri ini sudah menjadi realitas umum guru bukan menjadi profesi yang berkelas baik secara sosial maupun ekonomi.



Fenomena yang ada di negara Indonesia sangat kurang respek dengan posisi guru. Negara yang kurang peduli dengan nasib guru. Kini lihatlah hasilnya. Apabila mengacu pada Human Index Development (HDI), Indonesia menjadi negara dengan kualias SDM yang memprihatinkan. Berdasarkan HDI tahun 2007, Indonesia berada diperingkat 107 dunia dari 177 negara. Bila dibandingkan dengan negara sekitar, tingkat HDI Indonesia jauh tertinggal.Contoh Malaysia berada diperingkat 63, Thailand 78, dan Singapura 25. Indonesia hanya lebih baik dari Papua Nugini dan Timor Leste yang berada diposisi 145 dan 150. HDI merupakan potret tahunan untuk melihat perkembangan manusia di suatu negara. HDI adalah kumpulan penilaian dari 3 kategori, yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Menjadi jelaslah bahwa, sudah saatnya Indonesia menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan. Apabilah hal ini tidak dibenahi, bukan hal mustahil daya saing dan kualitas manusia Indonesia akan lebih rendah dari negara yang baru saja merdeka seperti Vietnam atau Timor Leste. pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).





Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

2.      Penyebab Rendahnya Kualitas Tenaga Pendidik Di Indonesia
Penyebab rendahnya kualitas guru Indonesia, yaitu grand desain pelatihan untuk guru yang tidak jelas dan pemerintah memang tidak peduli dengan pembangunan kualitas guru.
Namun, yang harus
dibenahi terlebih dahulu adalah kualitas tenaga pengajarnya. Sebab, kurikulum sebagus apapun, tapi jika kualitas gurunya tidak bagus, hasilnya juga akan percuma. Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.

3.      Solusi Untuk Mengatasi Masalah Rendahnya Kualitas Tenaga Pendidik Di Indonesia
Jika kurikulum diibaratkan sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka guru atau dosen adalah pengendaranya. Sebagai seorang “pengendara” seorang guru sudah tentu harus dapat mengemudikan “kendaraan” dengan baik. Dan untuk dapat mengemudikan dengan baik maka “pengendara” serta menghantarkan para ”penumpang” sesuai dengan tujuan mereka, “pengendara” tersebut haruslah memenuhi syarat kualitas sebagai seorang “pengendara”.
Peningkatan kualitas para tenaga para pengajar merupakan suatu keharusan. Peningkatan kualitas para siswa maupun mahasiswa tidak akan bisa berjalan dengan baik bahkan tidak akan mungkin tercapai jika usaha peningkatan kualitas tenaga pengajar, baik guru maupun dosen, diabaikan. Kita harus berlapang dada untuk menerima kenyataan bahwa kompetensi guru di negeri kita masih jauh dari yang diharapkan. Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun lalu cukup memprihatinkan hasilnya. Dari 243.619 guru, rata- rata hanya mendapatkan nilai 44,5 (dari 100).

Dari sini tampak bahwa peningkatan kualitas guru merupakan suatu hal yang mutlak. Bagaimana murid bisa pintar jika gurunya tidak pintar. Jika seorang murid ingin mendapatkan nilai 80 namun kemampuan gurunya di bawah 70 tentu guru tidak akan dapat mencapai hal yang diinginkan murid bukan? Dan besar kemungkinan para murid akan lebih mendengarkan dan lebih mempercayai ajaran-ajaran yang mereka dapatkan dari luar sekolah (kursus misalnya).
Dalam pelaksanaan pendidikan, tenaga pengajar memiliki peran yang vital. Merekalah yang secara langsung berhubungan dengan murid. Mereka jugalah yang secara langsung menjalankan berbagai macam kebijakan-kebijakan pemerintah di lapangan (kelas). Seiring dengan cepatnya perkembangan zaman, maka para guru juga harus bisa berpacu dengan waktu. Sekarang merupakan zaman teknologi. Hampir semua pelajar memiliki akun facebookdan twitter. Untuk itu para guru tidak seharusnya buta teknologi. Mereka harus membiasakan hidup dengan teknologi sebagai wadah untuk mendapatkan informasi dan mengembangkan diri. Salah satu cara penting untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar ini adalah dengan memberikan pelatihan-pelatihan rutin yang mereka butuhkan. Dalam pelatihan-pelatihan ini mereka tidak hanya diberikan, misalnya, gambaran tentang materi-materi kurikulum yang baru, namun juga diberikan kesempatan untuk berbagi mengenai pengalaman mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai abdi negara untuk menghasilkan generasi yang berkualitas. Singkatnya, pelatihan dapat menghasilkan tenaga pengajar yang lebih baik.
Solusi lain menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan, di samping diberikan pelatihan untuk peningkatan kualitas, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan meningkatkan kesejahteraan guru.








ANALISIS TEORI

Rendahnya kualitas guru yang menjadi salah satu masalah pendidikan di Indonesia dapat dianalisis dengan menggunakan teori structural fungsional.

Asumsi teori : Masyarakat  merupakan sebuah sistem yang saling terhubung. Perubahan dalam satu elemen akan mempengaruhi elemen lainnya.

Randahnya kualitas tenaga pendidik akan membuat kreativitas dan inovasi siswa tidak terlalu tergali sehingga secara tidak langsung siswa tidak begitu aktif dan hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa yang menjadi cerminan mutu dari pendidikan itu sendiri. Singkatnya kualitas guru yang rendah akan menghasilkan peserta didik dengan produk mutu yang rendah pula. Sebagaimana yang kita lihat bahwa hubungan pendidikan dengan ekonomi terlihat sangat erat, yang mana jika mutu pendidikan rendah dan skill rendah maka sedikit banyaknya akan mempengaruhi kondisi ekonomi Negara, mutu pendidikan yang tinggi akan menciptakan tenaga kerja yang terampil sehingga akan meningkatkan pendapatan Negara dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, berbeda dengan mutu pendidikan yang rendah, hal ini akan menghasilkan tenaga kerja yang asal jadi sehingga membuat mandeknya perekonomian dan akan menambah angka pengangguran serta meningkatkan kriminalitas di Indonesia. Hal ini semua bermula dari kualitas tenaga pendidik yang rendah.











BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan. Keadaan guru di Indonesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru, tidak adanya penghargaan yang layak dan pemerintah kurang memperhatikan tingkat keprofesionalan dari guru sebagai tenaga pendidik serta ketidakjelasan dari program pelatihan guru yang dibuat oleh pemerintah.
Solusi menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan masalah pendidikan, di samping diberikan pelatihan untuk peningkatan kualitas, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan meningkatkan kesejahteraan guru.

1 komentar: